Novel Youkoso Jitsuryoku Shijou Shugi no Kyoushitsu e Bahasa Indonesia Chapter 3 Volume 4.5 - YUKKIMURA. BLOGS

Latest

Selasa, 16 Januari 2018

Novel Youkoso Jitsuryoku Shijou Shugi no Kyoushitsu e Bahasa Indonesia Chapter 3 Volume 4.5


BAHKAN SAAT ITU, ADA BAHAYA YANG MENGINTAI DI DALAM KESEHARIAN.

Semuanya dimulai dengan sebuah kejadian yang mendadak di jam 6 sore pada suatu hari. Karena aku menerima pesan di ponselku dari sekolah, aku memutuskan untuk memeriksanya dan ketika aku melakukannya, ternyata ada masalah yang terjadi di tempat pipa saluran air berada, seluruh asrama mendapat pemberitahuan bahwa mereka tidak memiliki fasilitas air untuk sementara waktu.

Ketika aku mencoba memutar keran untuk memastikan, memang tidak ada air yang keluar. Sepertinya upaya perbaikan akan memakan waktu untuk menyelesaikannya dan jika perbaikan tertunda, dibutuhkan waktu sampai pagi untuk diperbaiki.

Tapi saat itu sekolah memperhatikan murid dengan baik dan di dalam situasi ini, hal itu memang diperlukan. Lebih dari 2 liter air akan diserahkan kepada murid di kafetaria sekaligus. Karena kafetaria diperkirakan akan menjadi ramai, sebuah pemberitahuan peringatan juga dilakukan dalam menyatakan hal tersebut. Sebagai tindakan terlarang, toko-toko yang diperkirakan akan ramai dikunjungi ditandai dengan tanda bahwa untuk sementara waktu tidak dapat digunakan lagi.

Selain itu, air mineral gratis disediakan di Keyaki Mall, namun dilarang untuk membotolkan air itu untuk diri kami sendiri dan membawanya kembali bersama kami.

Itu bukan masalah untukku. Jika ada masalah, tentu saja itu adalah toilet. Meski ada air di dalam tangki, karena hanya bisa digunakan untuk sekali bilas, sebaiknya harus berhati-hati.

"Sedangkan untuk minuman... masih ada sedikit yang tersisa"

Teh di kulkas hanya akan bertahan sekitar satu cangkir, tapi itu sudah cukup untuk hari ini. Untuk makan malam, aku harus mengatasinya dengan membuat sajian tanpa menggunakan air. Setelah itu, saat aku mulai acuh tak acuh membuat persiapan untuk memasak makan malam, ponselku tiba-tiba berbunyi. Tapi saat aku bergerak untuk menjawab, nadanya berhenti. Itu berlangsung selama sekitar 2 panggilan. Saat aku meraih tanganku ke ponsel untuk memeriksa identitas pemanggil, ternyata nama tersebut adalah Horikita Suzune.

Tidak biasanya dia meneleponku. Bahkan jika Horikita pernah memiliki urusan denganku, dia biasanya melakukan hal tersebut melalui chat. Karena aku sedikit penasaran dengan masalah ini, aku memutuskan untuk menelepon balik. Namun, tidak peduli berapa kali aku menelepon, Horikita tidak menjawabnya. Sambil merasa itu sedikit misterius, aku menyerah menelepon Horikita, meletakkan ponselku di atas meja dan kembali memasak makan malamku.

Aku akan memasak nasi goreng hari ini. Masalah yang sederhana untuk memasak nasi goreng dengan nasi yang sudah aku beli terlebih dahulu. Setelah menambahkan telur, selebihnya hanyalah sentuhan terakhir. Dan pada saat itulah ponsel berbunyi lagi. Begitu aku mematikan kompor dan berjalan menuju ponsel, lagi-lagi nadanya berhenti. Melihat ke ponsel, seperti sebelumnya, ada panggilan dari Horikita.

Saat aku menelepon kembali lagi, seperti yang diharapkan, tidak peduli berapa kali ponsel miliknya berbunyi, Horikita tidak akan menjawab. Aku merasa sedikit ragu dengan situasi misterius ini. Mungkin hanya kebetulan, tepat setelah panggilan berakhir, pemberitahuan sibuk muncul. Itu juga hanyalah kemungkinan, tapi dari kepribadian Horikita yang sulit dibayangkan, dia adalah tipe yang hanya bisa dihubungi saat dia dalam keadaan tenang. Sekalipun sesuatu yang tidak terduga sudah terjadi, mengakhiri panggilan dua kali dan tidak menjawab saat aku menelepon balik terasa aneh. Dari sini kesimpulan yang bisa aku ambil adalah bahwa Horikita saat ini sedang terjebak dalam situasi yang tidak terduga.

"Yah, benar"

Jengkel kepada diri sendiri karena terlalu memikirkan hal ini, aku memutuskan untuk berhenti memasak sekarang dan menjawabnya melalui chat.

"Sepertinya kau pernah menelponku dua kali, ada apa?"

Dan saat aku mengirim pesan itu, bahkan tanpa ada penundaan waktu, tanda ‘baca’ muncul. Tapi dari pesan yang sudah dibaca, sebuah jawaban tidak muncul. Aku menunggu cukup lama tapi jawaban juga tidak kunjung muncul.

"Aku sedang memasak sekarang, aku mungkin lama membalas, tapi kalau kau menghubungiku, aku akan menjawabnya"

Aku mengirimkan itu kepadanya. Seperti sebelumnya, notifikasi baca muncul tapi tidak ada jawaban datang dan jadi aku memutuskan untuk kembali memasak.

Bahkan setelah aku menyelesaikan makan malam, tidak ada kontak dari Horikita. Setelah menghabiskan teh terakhirku, sekali lagi aku merasakan perasaan yang sedikit menyebalkan.

"Mungkinkah...  ini memang situasi yang berbahaya?"

Terjebak dalam situasi yang tidak terduga atau pingsan entah di mana, itu tidak mungkin, kan? Tidak ada yang salah bahwa pada akhirnya itu bukanlah reaksi Horikita yang biasanya. Aku penasaran apakah kemungkinan ponselnya rusak dan karena itulah aku tidak bisa menghubungi dia. Tapi, kalau begitu, tidak perlu menghubungiku untuk meminta saran. Dia hanya perlu menghubungi sekolah nanti.

Jika Horikita memiliki seorang teman yang akan datang ke kamarnya pada saat seperti ini, ini akan menjadi masalah yang cepat untuk diselesaikan, tapi... sayangnya aku tidak bisa memikirkan seorang teman yang akan melakukan itu untuknya.

"Apa kau baik-baik saja?"

Meski hanya tabakan, aku mencoba menyelidiki situasinya.

"Oooo ....."

Tanda ‘baca’ tidak muncul. Tidak seperti beberapa waktu yang lalu, situasi di mana dia menempatkan ponselnya sudah berubah. Mungkin baterai ponselnya sudah habis, atau sudah mati secara otomatis. Hal seperti itu juga bisa dianggap mungkin ,tapi ... kemungkinan lain apa yang bisa aku pikirkan?

Pertama, dia yang meneleponku sejak awal membuat penasaran. Apa alasannya? Bagaimanapun, fakta bahwa dia tidak mengatakannya secara langsung itu aneh. Lalu, kalau aku memikirkannya secara realistis - Kemungkinan pertama adalah saat Horikita memiliki urusan denganku, tapi saat ini dia sedang terjebak dengan masalah yang lain. Misalnya, dia ditelepon oleh guru atau saat ini dia ditelepon oleh teman sekelas.

Tapi kemungkinan itu kecil. Di tengah liburan musim panas, apalagi di malam hari, sulit membayangkan sekolah akan meneleponnya dan aku rasa tidak ada seorang pun teman yang akan menghubungi Horikita. Jika memang seperti itu, teori yang menang adalah bahwa dia memiliki sesuatu untuk dibicarakan denganku. Meskipun dia sudah mencoba meneleponku, dia sedang terlibat semacam kecelakaan dan tidak bisa mengatasinya. Entah memang begitu atau dia tertidur atau lupa untuk menelepon balik. Sesuatu di sepanjang kemungkinan itu.

"Itu tidak masuk akal."

Horikita adalah murid teladan dan dia bisa menangani dirinya sendiri. Aku tidak bisa membayangkan Horikita lupa untuk membalas. Meskipun aku sudah mencoba meneleponnya secara langsung, sama sekali tidak terjawab, dan aku terpaksa beralih untuk menge-chat-nya.

Namun bahkan dalam chat itu, dia tidak mengirim sebuah kalimat balasan. Dalam jangka waktu tertentu, tanda ‘baca’ memang muncul meski faktanya tidak lagi terjadi untuk saat ini membuatku membayangkan bahwa ponselnya masih digunakan.

"Aku khawatir....."

Bahkan jika aku meninggalkannya di sini, sesuatu yang bisa aku lakukan untuknya memang terbatas, tapi aku juga khawatir tentangnya, jadi aku tidak bisa membiarkannya sendirian. Untuk saat ini, untuk memberi tahu dia bahwa aku sedang berusaha menghubunginya, aku memutuskan untuk meneleponnya lagi.

Jika aku bertindak sejauh ini, kecuali jika dia terlalu sibuk atau tidak memperhatikan panggilanku sama sekali, dia harus menjawabnya. Sekali lagi, aku menghubungi kontak Horikita.

Seperti yang aku lakukan, pada panggilan keempat, setidaknya aku berhasil melakukan kontak dengan pihak lain.

"Halo....."

Sepertinya Horikita tidak terkejut, tapi kedengarannya dia memiliki sedikit suara yang lelah.

"Hei, Maaf sudah menghubungimu berkali-kali, tapi aku khawatir sejak menerima teleponmu. Apa kau sudah tidur?"

"Bukan seperti itu. Maaf karena tidak membalas"

Aku tidak merasakan kepanikan atau merasa sebuah kecelakaan sedang terjadi.

"Sekarang ini aku sedang sedikit sibuk, jadi kalau hanya itu yang ingin kau katakan, aku akan menutup teleponnya"

Begitu Horikita mengatakan hal itu, aku bisa mendengar dari lubang suara ponsel bahwa ada sebuah suara metalik.

"Apa itu?"

"Tidak ada yang penting. Selamat tinggal"

Sepertinya dia tidak ingin diselidiki lebih jauh lagi sehingga dia buru-buru mengakhiri panggilannya. Aku sedikit khawatir tapi aku berhasil melakukan kontak dan orang itu sendiri mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja. Aku memutuskan untuk melupakan hal ini untuk sekarang dan perlahan menghabiskan malamku.

***

Tidak ada yang akan terjadi hari ini. Kupikir satu hari akan berakhir begitu saja. Tapi, sekitar jam 9 malam, layar ponselku menyala. Sebuah pesan baru muncul.

"Kau masih bangun?"

Itu adalah chat dari Horikita.

"Aku masih bangun"

"Aku mau berbicara denganmu sebentar, apa kau punya waktu sekarang?"

Ku rasa sudah sekitar dua jam seletah panggilan terakhir yang dia buat.

"Aku akan meneleponmu"

Setelah mengatakan itu kepadanya, aku langsung menelepon Horikita dan hanya dengan satu panggilan, dia mengangkat telepon.

"Ada apa?”

"Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu..."

Horikita mengatakan itu dengan sedikit nada bicara yang sama seperti sebelumnya, dan setelah itu terdiam untuk beberapa saat.

"Misalnya saja ada kura-kura"

"Hah?"

Secara tiba-tiba, kata-kata gila datang dari Horikita.

"Kura-kura itu adalah binatang yang sangat cerdas dan berbakat, tapi jika terjadi kecelakaan dan dibalik terbalik, bukankah menurutmu itu akan menjadi hal yang gawat? Tidak akan mampu berbalik lagi tanpa orang lain."

"Benar, ketika berbicara tentang kura-kura normal yang tidak bisa berbalik, mereka bisa memperpanjang leher mereka dan menggunakan kaki mereka untuk menyeimbangkan diri mereka sendiri dan dalam kebanyakan kasus, mereka bisa mendapatkan kembali postur awal mereka. yang tidak mampu berbalik sendirian sudah pasti adalah kura-kura raksasa dan penyu. Itu karena kedua spesies tersebut terlahir dalam kondisi yang menyebabkan mereka tidak mampu membalikkan diri mereka sendiri"

"..........."

Ketika aku menambahkan kata-kataku yang tidak penting, Horikita terdiam.

"Itu tidak penting, akan lebih mudah jika kau secara jujur ​​berasumsi bahwa mereka tidak bisa berbalik sendiri dan mengakuinya"

Aku pikir memang seperti itu, bahkan aku pikir itu adalah penjelasan  yang sangat tidak penting.

"Lalu? Situasi di mana tidak bisa balik seperti semula, ada yang salah dengan itu?"

"Jika kau mengalami situasi seperti ini, apa yang akan kau lakukan? Aku hanya ingin meminta referensi untuk ke depannya"

"Jika aku melakukannya, aku mungkin akan bangkit. Itu bukan tugas yang menyusahkan"

Tentu saja aku tidak punya alasan untuk memperdulikannya tapi aku juga tidak punya alasan untuk mengabaikannya.

Jika seperti itu, aku mungkin bisa membantu. Tapi aku ingin tahu apa maksud sebenarnya dari cerita ini. Jika aku mempertimbangkan situasinya, maka Horikita saat ini, seperti kura-kura, dalam situasi di mana dia tidak bisa bangkit sendirian. Tapi dari ponsel, aku tidak bisa merasakan kepanikan dan dia sendiri terdengar tenang. Mungkin ini bukan situasi yang  mendesak.

"Jadi ... apa yang sedang mengganggumu?"

Menanggapi Horikita yang sedang memukul semak belukar, aku langsung bertanya kepadanya. Tidak peduli masalah apa yang dia hadapi, tidak ada keuntungan yang bisa didapatkan dalam memperpanjang masalah ini. Jika itu yang terjadi, ini membuat si pendengarannya lebih cepat mengerti.

"Aku tidak benar-benar dalam masalah"

"Tidak, tapi sekarang pembicaraan kita menuju ke arah itu, bukan?"

"Aku baru saja berbicara tentang kura-kura terbalik, itu tidak ada hubungannya denganku"

"... lalu kenapa kau bicara tentang kura-kura?"

"Aku hanya merasa ingin, aku hanya mau memberitahumu tentang kura-kura terbalik"

Ini sangat kacau.

"Ini tidak seperti dirimu, tidak, meminta bantuan juga tidak seperti dirimu... kau meneleponku karena kau tidak memiliki orang lain yang bisa kau andalkan, bukan? Jika seperti itu, katakan saja. Itu akan menjadi lebih baik"

Aku menegurnya seperti itu dan setelah beberapa saat, dia mulai berbicara.

"Jika kau merasa ingin membantu seseorang tidak peduli seberapa mustahilnya, bukan berarti aku tidak mengizinkanmu menasihatiku mengenai hal ini".

"O-oh, jadi tidak masalah memberi tau ku"

Horikita yang sudah terpelintir oleh rasa superioritas sudah mengatakan sesuatu yang luar biasa seperti itu. Tapi pada titik ini, apapun bisa terjadi.

"Aku hanya mengalami sedikit masalah"

Dan akhirnya, dia mengakuinya dengan jujur.

"Di mana kau sekarang?"

"Aku sedang di kamar" jawab Horikita.

"Jangan bilang, ada serangga hitam (T/N: Kecoa kali ya?) yang muncul?"

Jika itu yang terjadi bahkan jika dia mampu berbicara dengan santai, dengan mudah memberikan sebuah gambar bahwa dia tidak bisa dengan mudah mengatasinya. Cukup masuk akal untuk saat ini. Namun asrama tetap bersih dan Horikita juga kebetulan tinggal di lantai atas. Kemungkinan mereka muncul di kamarnya cukup rendah.

"Bukan itu masalahnya, kalau memang begitu, aku bisa mengatasinya sendiri".

"Bagaimana caramu mengatasinya? Deterjen? Air panas? Sandal? Dan kalau tidak ada itu, lalu bagaimana?"

Aku juga memperhatikan bahwa dia tidak langsung menceritakan rincian masalahnya. Tidak peduli seberapa diberkatinya aku dengan kemampuan berpikir, aku tidak bisa membayangkan situasi Horikita.

"Alasanku ada di dalam masalah adalah ... sebenarnya, gak papa, aku akan menyelesaikannya sendiri"

"Kau mencoba menyelesaikannya sendiri, tapi sudah lebih dari dua jam kau belum menyelesaikannya, bukan?"

Seharusnya dia sudah terjebak dalam masalah saat dia mencoba menghubungiku. Jika mamang begitu, dia seharusnya sudah cukup berjuang.

"yah..."

Jadi, itu sebuah penegasan, seberapa mungkin rinciannya, itu terlihat sedikit membebani dia karena dia tidak langsung menjawabnya. Tapi kemudian...

"..... yah ..... memang benar sedikit dekat dengan batas kemampuanku. Aku akan memberitahumu dengan jujur"

Akhirnya aku bisa mengatasinya. Kupikir seperti itu, tapi Horikita mengalihkannya seperti ini.

"... bisakah kau datang ke kamarku sekarang ....?"

Itu adalah pernyataan yang berarti ada bagian yang memalukan dan menjijikan.

"Sekarang juga, tapi sudah lewat jam 9 malam"

"Aku mengerti tapi ... tidak ada cara lain untuk menyelesaikan ini selain kau yang datang ke sini ...."

Suara itu terbakar. Suara frustrasi itu terdengar agak kesakitan.

"Mungkin ada pertentangan meski harus pergi jauh-jauh ke lantai atas tempat para perempuan tinggal"

"Aku mengerti itu, tapi kalau aku tidak membuatmu langsung bertindak, akan sulit untuk menyelesaikannya."

Dan begitu saja, Horikita akhirnya mengakhiri panggilannya.

“Terlihat sedikit menakutkan ... tapi aku pikir tidak ada yang bisa dilakukan selain pergi"

Bagaimanapun, tidak baik jika terlambat sehingga hanya membawa ponsel dan kunci kamarku, meninggalkan kamarku.

***

Aku merasa seperti aku yang lebih suka untuk tidak bertemu dengan perempuan mana pun, aku berharap agar tidak ada orang lain yang sedang menggunakan lift. Menyelinap seperti ini terasa menyedihkan, tapi aku adalah tipe orang seperti itu. Lalu dengan waktu yang tepat, saat aku sampai di lantai 13 tempat Horikita tinggal, aku menekan tombol bel. Setelah menunggu beberapa saat, karena tidak ada tanda-tanda dia akan membukaan pintu, aku mencoba membukanya sendiri dan karena pintunya tidak terkunci, pintu terbuka begitu saja.

"Horikita?"

Kamar Horikita adalah 1K tapi karena ada pintu terpasang di dalamnya juga, aku tidak bisa melihat ke kamar tidur itu. Di koridor dan dapur yang baru saja berubah sejak pendaftaran awal kami, tidak ada tanda-tanda Horikita.

"Kau sedang sendirian, kan? Aku tidak keberatan jika kau masuk ke dalam"

Ku mendengar itu dari sisi lain pintu.

"Meskipun kita berada di asrama sekarang, itu berbahaya." kataku.

"Jangan khawatir, meski ada orang yang mencurigakan yang masuk sekarang, kekuatan pemusnah di tangan kananku akan lebih dari cukup"

Apa arti kalimat itu? Sambil memikirkannya, aku masuk ke dalam ruangan. Lalu aku berjalan memasuki ruangan. Horikita memunggungiku dan aku tidak bisa melihat ekspresinya, tapi aku tidak bisa melihat perubahan tertentu tentang dirinya.

Bagian dalam ruangan juga sederhana dan aku tidak bisa melihat tempat tertentu yang bisa dianggap aneh.

"Aku sudah di sini, ada masalah apa?"

"Jika kau melihat, kau akan mengerti"

Setelah mengatakan itu, Horikita perlahan berdiri dan berbalik menghadapku.

Dan kemudian, pada saat itu, rasa perasaan yang tidak mampu dimengerti sekaligus mencoba memahami emosi, secara bersamaan meledak keluar dari dalam diriku.

"Aku mengerti... jadi seperti itu?"

"benar"

Aku melirikinya sambil mencoba memahami ujung lengan kanannya. Dan di sana aku melihat sebuah botol air kecil yang digunakan oleh anak perempuan sudah menelan tangannya.


"Bagaimana caraku menanggapinya... ini adalah kecelakaan yang sama sekali tidak seperti dirimu. Jangan bilang kalau kau sedang bermain dengan itu?"

"Jangan bodoh"

"Tidak, maksudku itu mungkin saja, kan? Rasanya seperti memegang jagung bakar di antara tanganmu dan memakannya, kan?"

Mungkin kalimat itu adalah sesuatu yang membuat dia kesal, saat dia mengayunkan lengan kanannya ke sekeliling dengan ekspresi tajam.

“I-itu lawakan"

"Tidak ada gunanya melawak kalau tidak lucu. Milikmu itu garing, itu gagal" jawab Horikita.

"Itu bukan karena lawakanku yang  garing, itu karena aku mengejekmu, kan?"

"Ini terjadi karena aku mencucinya, apa kau bisa mengerti?"

Jadi seperti itulah ceritanya. Aku meraih ujung botol air dan menariknya. Tapi ketika aku melakukannya, Horikita sendiri malah ikut tertarik bersamaan dengan itu.

"Sudah cukup sial kalau kau tidak bisa melepaskannya dari dirimu sendiri. Berusahalah"

Jika tubuhnya ditarik bersama dengan botolnya, maka aku tidak akan bisa melepas apa yang biasanya bisa terlepas.

"Aku sudah mengerti hal seperti itu. Hanya saja, aku sudah cukup lelah, jadi tolong lakukan dengan cepat.”

Sepertinya setelah sempat berjuang lebih dari dua jam, Horikita sudah mulai kelelahan. Aku mencengkeram botol air lagi. Lalu aku menambahkan kekuatan lagi padanya dan menariknya. Horikita juga mengalami rasa sakit saat ia melangkah mundur pada saat bersamaan. Tapi sepertinya dia sudah terbiasa dengan hal ini sejak dia tidak menunjukkan tanda-tanda perasaan bahwa lengannya akan terlepas.

"Tidak ada gunanya, ini mungkin tidak akan terlepas"

"Aku mengerti, sudahku duga..."

Sepertinya dia sudah menduga botol airnya tidak akan lepas saat Horikita tidak menunjukkan tanda-tanda kekecewaan yang besar.

"Sepertinya kita perlu menggosoknya dengan sabun dan perlahan melepasnya. Cepat ke dapur”

"Tapi itu hanya akan melanjutkan kecelakaan ini. Bukankah kau pernah diberitahu bahwa sekarang ada perbaikan saluran air?" Kata Horikita.

Itu benar. Kami tidak akan bisa menggunakan air sampai pukul 12 di asrama. Satu-satunya air yang bisa digunakan saat ini adalah air di toilet, tapi aku ragu Horikita tidak keberatan menggunakannya.

"Aku akan pergi ke kafetaria sebentar"

Tidak ada jalan lain kecuali ini. Jika aku bisa mendapatkan sedikit air, ada kemungkinan untuk melepaskannya. Dengan cepat meninggalkan ruangan, aku menuju kafetaria. Tapi begitu sampai di sana, aku diserang kejadian tak terduga.

"Aku minta maaf tapi lebih banyak murid yang datang dari perkiraan dan kami kehabisan air"

Wanita tua di kafetaria meminta maaf dengan nada menyesal. Sepertinya para murid yang membutuhkan air untuk makan malam mereka sudah mengambil semuanya.

"Aku mengerti, aku akan membeli beberapa di mesin penjual otomatis"

"Mohon maaf"

Untuk menarik keluar lengan dari botol air, air yang banyak seharusnya tidak diperlukan. Kira-kira dua gelas air itu sudah cukup. Berpikir seperti itu, aku menuju mesin penjual otomatis yang terpasang di dekat kafetaria. Tapi sepertinya kesialan cenderung tumpang tindih. Semua air, teh, jus dan sejenisnya di mesin penjual otomatis semuanya sudah habis terjual.

"... ini pertama kalinya aku melihat mesin penjual otomatis sudah kosong..."

***

"Jadi, kau kembali tanpa membawa apapun?"

Perempuan botol air itu memelototiku, tapi mau bagaimana lagi karena tidak ada yang bisa aku lakukan.

"Aku mau membawa beberapa dari kamarku tapi aku sudah menghabiskan semua airku"

Dan juga, tidak bisa dijelaskan selain sebuah tragedi yang dibawa dari arus kesialan ini.

"Jadi apa yang akan kita lakukan?"

"Jika kau tidak masalah, kita bisa meminta Ike atau Sudou untuk berbagi air dengan kita?"

"Aku keberatan"

Aku sudah menduga jawaban semacam ini jadi aku sudah pernah membayangkannya sebelum bertanya, tapi seperti yang diharapkan.

"Jika kau merasa tidak nyaman dengan pinjaman dari mereka, aku bisa berbohong dan mengatakan kepada mereka bahwa aku adalah orang yang membutuhkannya" kataku.

"Bukan seperti itu, aku menolak menggunakan air dari mereka, tidak ada yang tahu apa yang mereka masukkan ke sana ....."

Dia menganggap mereka hampir seperti bakteri. Sudah pasti seperti itu... ini merupakan apa yang ingin aku katakan, tapi aku tidak memiliki kepercayaan diri untuk membuat pernyataan seperti itu. Orang-orang itu, mereka memiliki kebiasaan meninggalkan air minum atau teh begitu aja.

Jika Horikita meminta mereka untuk menyerahkannya, mereka mungkin akan memberi air bersih yang mereka punya, tapi jika aku yang mengatakan kepada mereka bahwa aku menginginkan air, tergantung situasinya, mereka mungkin akan mengembalikan sesuatu dari jenis itu. Tidak ada yang lebih mengerikan dari pada kejahatan tanpa niat buruk.

"Kalau begitu, apa kau mau melakukannya lagi?"

"Ya, tolong teruskan meski ini membuatku sakit"

Horikita memberiku lengan kanannya seolah dia sudah menyiapkan tekadnya. Sepertinya dia ingin terbebas dari ini secepat mungkin. Aku bisa melihat sedikit keringat terbentuk di lengannya.

"Baiklah, kalau begitu aku akan mencobanya sedikit demi sedikit"

aku juga ingin membebaskan Horikita secepat mungkin dan kembali ke kamarku. Berpikir untuk menahan sikap konyol sejenak, aku menarik botol airnya. Kemudian aku menggunakan kekuatan dua kali lebih besar dari sebelumnya untuk menarik botol ini, tapi itu hanya membuat Horikita membuat ekspresi kesakitan. Meski begitu, Horikita tidak memberikan keluhan dari rasa sakit. Namun, botol airnya, seolah mengisap lengannya, tidak mau lepas.

"Astaga. Sudahku duga, kita membutuhkan air"

Aku harus membuatnya licin dulu sebelum menariknya keluar. Jika masih belum ada air setelah itu, mungkin harus menelepon layanan darurat.

"Kau menyuruhku menunggu sampai pukul 12? Dalam keadaan seperti ini?"

"Jika masih ada seseorang yang bisa kita andalkan dari antara kontakku, laki-laki yang tersisa hanyalah Hirata" kataku padanya.

"Kalau itu dia, tidak ada yang mencurigakan dengan kualitas air tapi...  aku lebih suka tidak berhutang kepadanya"

"Bahkan jika kau bilang hutang, di depanku ini adalah orang yang membutuhkan air. Seharusnya kau tidak keberatan”

"... itu memang benar"

Sepertinya dia masih merasa tidak puas, tapi dia terlihat menerima bahwa sebuah pengorbanan harus dilakukan untuk menghindari situasi mendesak ini dan menerima rencanaku.

"Kalau begitu aku akan segera menghubungi dia"

Aku mencoba menelepon Hirata. Bahkan saat ini, kesialan terlihat tumpang tindih. Tidak peduli berapa kali aku menelepon, Hirata tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab. Selain itu, bahkan ketika aku mencoba mengiriminya pesan, pesan itu tidak dibaca.

"Dia tidak menyadarinya, mungkin dia sudah tidur. Bagaimanapun, tidak ada respon"

“Aku mengerti, perasaan senang dan kesedihan, keduanya saling campur aduk, membingungkan dan membuat semuanya menjadi rumit untukku" kata Horikita.

"Kalau begitu berikutnya, tidak ada pilihan selain mengandalkan Kushida atau Sakura"

"Kalau begitu, tolong tanya kepada Sakura-san”

Seakan mengatakan bahwa Kushida sangat tidak mungkin, dia langsung membalasku.

"Apa kau masih memiliki hubungan yang buruk dengan Kushida?" Tanyaku padanya

"Kami tidak perlu berteman, dan selain itu, masih banyak tindakannya yang masih belum aku mengerti"

"Apa maksudmu kau tidak mengerti?"

"..... ujian di kapal pesiar. Dia memegang kemenangan sejak awal, tapi malah menginginkan imbang"

Mengingat ujian khusus dari beberapa waktu ke belakang, Horikita menyilangkan tangannya. Sayangnya botol air yang menempel di lengannya membuatnya terlihat tidak keren dan karena itu rasa dari pernyataannya menjadi kurang.

"Secara alami dia adalah seorang yang menentang pertentangan. Dia mungkin akan memilih hasil di mana semua orang bahagia"

"Aku sama sekali tidak berniat untuk menolak hasil keseluruhannya, bagaimanapun jika ‘target’ itu adalah dirinya sendiri, itu sudah keluar dari akar permasalahan"

Dia mulai berbicara dengan tajam.

Ujian yang berlangsung di kapal memisahkan murid menjadi 12 kelompok dalam sebuah permainan untuk menemukan "target". Ada empat kemungkinan hasil dan di antaranya, hasil 1 adalah hasil tersulit untuk dicapai dimana identitas "target" diketahui setiap orang belum diselesaikan tanpa ada orang yang mengkhianati kelompok tersebut. Sebagai gantinya, bayaran itu sendiri cukup besar dimana seluruh kelompok menerima 1.000.000 poin tanpa dibagi-bagi.

Satu-satunya kekurangan untuk hasil ini adalah, kelas yang memiliki "target" tidak mendapatkan poin apa pun. Karena kelas-kelas lain sama-sama mendapatkan bayaran, perbedaan di antara keduanya tidak berubah. Dia tidak memanfaatkan posisi istimewa dari "target" tersebut. Itulah yang Horikita tidak puas.

"Situasi itu sangat disukai Kelas D. dengan kata lain, identitas ‘target’ yang mutlak harus tersembunyi, hingga seharusnya masih tetap tersembunyi. Namun, semua orang akhirnya mengetahui bahwa Kushida-san adalah ‘target’ . Pikirkanlah, dia sendiri pun terlibat "

Dengan kata lain, Horikita mencoba mengatakan bahwa Kushida, dengan melakukan sesuatu, akhirnya menghasilkan hasil 1.

"Itu hanya pemikiranmu, kan?"

"Itu benar, tapi kemungkinan itu sangat tinggi, aku menganggap dia sudah bersalah"

Horikita menambahkan lebih banyak kekuatan pada kata-katanya. Bukan berarti aku tidak mengerti bagaimana perasaannya, tapi botol air yang menempel di lengannya membuat dia tidak terlihat keren.

Hanya saja, aku harus mengoreksi sedikit pemikiran Horikita di sini. Dia masih di tahap prematur.

"Aku bisa mengerti apa yang kau rasakan, tapi itu tidak baik, bukan?"

"Maksudmu aku berbicara tanpa bukti bahwa dia mengkhianati kita?"

“Bukan seperti itu, maksudku itu semua adalah tanggung jawabmu, aku hanya akan menganggap bahwa Kushida memang mengkhianati kita. Sebenarnya, jika kita berasumsi seandainya itu adalah kenyataannya maka kesalahannya terletak pada dirimu karena membiarkan dia mengkhianati kita. Jika Kushida mengkhianatimu, Kau harus menang dengan segala cara. Apa aku salah? " Tanyaku padanya.

Dia memahaminya dengan jelas, namun sebagai tanggapan atas pertanyaan sulit ini, dia melawannya dengan jawaban yang benar. Horikita, melawan serangan yang tidak masuk akal ini, membuat dia keberatan.

"Jangan bersikap tidak masuk akal, apa kau mengerti betapa tidak realistisnya itu?"

"Tidak realistis? aku tidak berpikir begitu. Aku akan mengulanginya lagi, jika Kushida memang mengkhianati kita dan membimbing kelompok tersebut untuk menghasilkan hasil 1 itu adalah hal yang menakjubkan, ini adalah wilayah yang tidak bisa kau selesaikan dengan setengah hati. Dengan kata lain, dalam ujian sebelumnya, kau benar-benar tersingkir oleh Kushida, dengan perbedaan antara kemampuanmu dan kemampuannya "

Tentu saja pernyataanku ini menganggap bahwa Kushida memang mengkhianati kami, jika ini salah, pernyataan itu tidak akan benar apa adanya.

Ryuuen atau Katsuragi. Aku tidak tahu yang mana tapi dengan kekuatan yang lebih kuat, sebuah hasil yang memaksa setiap orang dari kelompok (Naga) dengan patuh sudah didapatkan. Bahkan dalam masalah itu, fakta bahwa Horikita sudah diakali tidak berubah.

“Kau memiliki ‘target’ di kelasmu dan kau begitu yakin akan kemenanganmu sehingga kau tidak melakukan tindakan yang lebih jauh. Jika seperti itu, tanggung jawab untuk itu ada pada orang-orang di kelompok yang sama. Jika kau membidik Kelas A, kau harus bisa memperbaiki setidaknya hal itu "kataku pada Horikita.

"..... Kau membicarakan beberapa hal yang sulit"

"Aku mengerti perasaan frustrasimu, tapi meski begitu, inilah jalan yang kau pilih, dan selain itu, kau sudah dewasa bahkan lebih dari sebelumnya. Jika aku mengatakan hal yang sama kepadamu saat pertama kali bertemu denganmu, kau sama sekali tidak akan mendengarkanku "lanjutku.

Itu benar. Perlahan tapi pasti, pola pikir Horikita perlahan mulai berkembang menjadi dewasa.

Tidak seperti saat pertama kali bertemu, dia menjadi perempuan yang tidak menolak semuanya.

"Aku sudah mengerti, aku akan menerima hasil ujiannya. Aku akui bahwa aku terlalu optimis, tapi yang terpenting, membebaskan lengan ini"

Itu benar, Ini terlihat seperti situasi di mana beberapa profesor di suatu tempat akan mengatakannya sambil mengangguk.

"Aku akan mencoba sedikit mengandalkan Sakura" kataku.

Karena sudah larut, daripada meneleponnya aku memutuskan untuk menggunakan chat untuk menghubunginya.

"Sakura, aku pikir kau juga menyadari masalah pipa air, tapi aku kehabisan air minum di kamarku dan aku jadi sedikit berada dalam masalah... Mesin penjual otomatis juga sudah terjual habis, jika kau tidak keberatan, bisakah kau membagi airmu untukku? "

Aku menunggu beberapa saat setelah mengirim pesan tapi tidak ada tanda-tanda terbaca.

"Ini buruk. Mungkin dia sudah tidur, tapi sepertinya dia tidak perhatikan ini"

"Jujur saja, kita benar-benar kurang beruntung hari ini ..."

"Kau ingin melepasnya sekarang, bukan?"

"Jika aku mau menunggu sampai hari berikutnya aku tidak akan meneleponmu”

Aku pikir itu benar. Dia mungkin ingin melepaskannya secepat mungkin.

"Kalau memang seperti itu, itu artinya kau juga tidak punya pilihan selain mengambil risiko yang sesuai juga"

"... sesuai?"

Dengan waspada, dia mempertanyakan itu. Kemungkinan besar Horikita juga memahami hal ini di kepalanya.

"Kita akan meninggalkan ruangan ini dan pergi ke Keyaki Mall dimana kita bisa memanfaatkan air. Tidak ada jalan lain" kataku.

"Jadi akan menjadi seperti itu pada akhirnya..."

Dia meletakkan tangannya di kening, tapi tidak peduli isyarat apa yang dia buat saat ini, pada akhirnya akan terlihat konyol.

"Waktu di saat seperti ini sedang banyak digunakan untuk makan makanan, mandi dan berbagai hal lainnya, jadi inilah kesempatan kita"

Sebenarnya, sebelum aku datang ke kamar ini, sebelum pergi ke kafetaria, aku tidak menemukan satu pun teman sekelas kami. Jika dia tidak bisa bertahan sampai jam 12, tidak ada pilihan lain kecuali mengambil resiko kecil ini.

"Aku tidak mau mengambil risiko ini, Apa kau tidak bisa memintanya ke temanmu?”

"Sayangnya itu tidak mungkin untuk hari ini, sepertinya mereka sudah janjian pergi bersama ke karaoke. Mereka tidak ada di sini"

"Jujur saja, aku tidak bermaksud mengulanginya lebih dari ini, tapi, astaga sialnya..."

"Cepat kita pergi sekarang supaya kita bisa mengakhiri semua ini!"

"T-tunggu, aku benar-benar tidak bisa pergi keluar seperti ini"

"Kalau begitu, apa kau mau menyembunyikan tanganmu dengan sesuatu? Meskipun sudah disembunyikan oleh botol air."

"Gak usah melawak!”

“Aku mengerti, aku akan minta maaf, jadi turunkan tangan yang sedang kau angkat itu"

Ketika dia bergerak untuk memukulku lagi, aku menjadi panik dan cepat mengambil jarak dengannya.

"Apa kau memiliki sesuatu seperti kain?"

"Kain....? Kalau itu saputangan..." Mengatakan itu, Horikita mengeluarkan saputangan putih dari rak.

Saat aku mengambil itu darinya, aku menutupinya dari atas botol air Horikita.

"...Terus terang saja, ini mencurigakan. Lebih dari itu, aku merasa panjangnya masih belum cukup"

Meski sebagian besar ditutupi, masih saja sia-sia karena ujung botolnya masih bisa mengintip.

"Apa kau memiliki sesuatu yang lebih besar?"

"Jika harus yang lebih besar, kalau begitu handuk mandi....".

Kali ini dia mengeluarkan handuk mandi. Aku meletakkannya di lengan dengan botol air.

"yah, inilah yang cocok...."

Hanya saja, itu akan menjadi tanda tanya tentang kenapa dia berjalan keluar dengan handuk mandi di tangannya. Artinya, ini akan menjadi jauh lebih mencolok daripada memiliki lengan yang terjebak di dalam botol air.

"Ini sedikit tidak seimbang, jika aku berjalan handuk mandi akan jatuh"

"Bukankah sebaiknya jika kau memegangnya dengan tangan yang lain?"

Setelah menahan handuk mandi, dia melepaskan gambaran seolah ingin memasuki kamar mandi. Jika seperti ini, yah, itu terlihat jauh lebih baik.

"Jika pihak ketiga melihat situasiku, kesan seperti apa yang akan mereka dapatkan?"

"Sepertinya..."

Pertama, sebagai bayangan, tidak akan ada yang jalan-jalan di asrama dengan handuk mandi apalagi jika pergi keluar. Tentu saja orang akan penasaran. Dan jika aku harus berdiri di sampingnya, itu akan menjadi tanda tanya yang lebih besar lagi.

"Tergantung kepada situasinya ..... Aku bertanya-tanya, misalnya, mungkin mereka mengira kau ingin meminjam bak mandi di kamarku"

Mungkin itu terlalu banyak lompatan, tapi karena aku sendiri yang melihatnya seperti itu, aku mengatakannya.

"Ditolak"

Dia melepaskan handuk mandi dan menolak. Aku juga tidak mau terjebak dengan kecurigaan yang meragukan semacam itu.

"Bagaimana kalau berjalan sambil meletakkan tanganmu di dalam tasmu?"

"Aku bahkan tidak mau membayangkannya. Ditolak, Tidak bisakah kau memikirkan ide yang sedikit lebih baik lagi?"

Meskipun kami dalam keadaan darurat, dia masih merupakan yang terbaik ketika harus mengeluh.

"Jika itu yang terjadi, kita akan pergi seperti ini? Tidak akan ribet dan tidak akan ada yang jatuh seperti handuk atau saputangan"

"....biarku pikirkan."

Daripada membuang waktu memikirkan hal ini, lebih baik langsung bertindak saja.

Sambil menyeret Horikita yang sedikit ragu ke arahku, aku melangkah ke koridor.

"Baiklah, tidak ada tanda-tanda orang lain di sekitar. Ayo pergi"

"T-tunggu sebentar, aku belum memakai sepatuku dengan benar"

Karena dia hanya bisa menggunakan satu tangan yang menghabiskan banyak waktu juga. Setelah beberapa saat, kami berdua menuju ke koridor.

"Ada keran di jalan ke sekolah, bukan? Jika kita bisa melakukannya di sana pasti tidak akan ada masalah."

Jika kita berjalan dengan kecepatan normal, kita akan sampai di sana dalam 5 menit.

Karena situasinya berbahaya, mungkin dibutuhkan waktu dua kali lebih lama dari itu, tapi selama kami bisa meninggalkan asrama, di bawah kegelapan, tidak akan ada masalah. Kami berhasil sampai di depan lift. Karena kedua elevator tidak bergerak, tidak ada pilihan lain.

"Tidak ada gunanya, Ayanokouji-kun. Kita tidak bisa menggunakan lift"

"Apa?"

"Ada monitor pengawas di lobi di lantai 1 kan? Aku tidak tahu siapa yang akan melihatnya"

Tentu saja di lantai 1, rekaman yang diambil oleh kamera pengintai di dalam lift sedang ditampilkan di monitor. Horikita khawatir akan terlihat di sana. Bahkan jika dia bisa menyembunyikan lengannya di depan kamera, dia tidak akan bisa menghindari rekaman yang misterius.

"Lalu apa kau mau menggunakan tangga?"

Jika kita turun dari titik ini, dibutuhkan sedikit waktu. Dan fakta bahwa salah satu tangannya tidak bisa digunakan membuatnya sedikit berbahaya.

"Daripada membiarkan orang lain melihat sosokku yang tidak berdaya ini, aku lebih suka memilih tangga," kata Horikita.

Setelah menimbang antara perjuangan dan bahaya terhadap harga dirinya. Horikita lebih memilih harga dirinya.

Ada dua tangga darurat, masing-masing terletak jauh dari lift. Tidak peduli yang mana yang akan kami gunakan, kami harus melewati pintu kamar murid lagi, tidak ada yang bisa dilakukan.

Membawa Horikita yang sepertinya bersembunyi di belakangku sambil berjalan, kami menuju ke tangga. Sepanjang jalan, jika aku harus meminjam kata-kata Horikita "Astaga". Dengan kata lain, ini adalah hari kesialan.

Aku mendengar pintu ruang terbuka seorang murid yang tidak dikenal. Kira-kira tiga kamar dari belakang tempat kami berdiri.

"I-ini gawat, itu kamar Maezono-san"

Maezono dari kelas d, ya? Tidak diragukan lagi itu adalah salah satu dari orang-orang yang Horikita tidak ingin temui sekarang. Tapi tidak ada tempat untuk melarikan diri.

Tapi dari pintu yang perlahan dibuka, bukan Maezono yang keluar, tapi temannya, Kushida. Aku bertanya-tanya apakah ini kejadian lain yang tak terduga bagi Horikita.

"Terima kasih Kushida-san, aku akan membayarnya nanti"

"Tidak, tidak masalah, jangan dipedulikan, selamat malam Maezono-san"

Sepertinya dia datang untuk bermain di kamar Maezono. Mungkin Maezono bermaksud untuk melihatnya dari dalam, jadi aku tidak bisa melihat wajahnya. Saat pintu tertutup, Kushida, tanpa menyadari kehadiranku dan Horikita, menuju lift.

"Itu berbahaya ..."

"Benar”

Jika dia hanya menoleh ke belakang, Kushida akan memperhatikan kehadiran kami. Keringat yang tidak nyaman mulai terbentuk. Bagaimanapun, tempat ini terlalu mencolok. Kita harus keluar melalui pintu darurat secepat mungkin.

Tapi saat kami melangkah lebih jauh, pintu kamar Maezono terbuka lagi.

"Kushida-san, kau melupakan sesuatu, kau melupakan sesuatu!"

Maezono pergi keluar. Tentu saja, Kushida berbalik.

"Hmm, Ayanokouji-kun dan Horikita-san. Selamat malam"

"Y, ya"

Ada sedikit pertukaran kata-kata tapi sepertinya pertama-tama dia akan memeriksa apa yang dia lupakan. Kushida menuju ke Maezono.

Dan tentu saja, Maezono juga mau tidak mau juga memperhatikan kami. Horikita menjadi kaku. Dengan menerima tatapan Kushida dan Maezono, dia menjadi tidak bisa bergerak.

"Kau melupakan ponselmu"

"Ahh, maaf, terima kasih, itu menyelamatkanku..."

"Ayo pergi Ayanokouji-kun. Tidak berdiam di sini lebih lama"

Mengatakan bahwa saat ini, sementara perhatian Kushida terfokus pada miliknya yang terlupakan, inilah kesempatannya, dia menggunakan ujung botol air untuk mendorong punggungku. Aku pikir jika benda di tangannya ini terlihat, harga diri Horikita akan cabik-cabik.

Saat didorong, aku sampai di pintu darurat dan berusaha membuka pintu.

Namun...

"Tidak bisa terbuka..."

"Kau bercanda, kan? Tidak mungkin jalan keluar darurat tidak dibuka"

"Tidak, ini serius tidak mau terbuka"

Mengunci pintu darurat umumnya dilarang jadi ini mungkin...

"Mau ke mana kalian berdua?"

Mungkin dia penasaran dengan kami berdua yang berusaha pergi melalui pintu darurat, Kushida, setelah menyelesaikan urusannya dengan Maezono, mendekati kami.

"Itu, tidak, kami hanya berpikir untuk turun menggunakan tangga"

Itu adalah alasan kenapa aku tidak memahaminya dengan baik, tapi tidak ada yang bisa aku jawab kecuali itu.

"Kau tidak salahh, daya di tangga timur sekarang terputus, jadi kau tidak bisa menggunakannya. Ini akan berbahaya di dalam kegelapan, menurutku yang barat bisa digunakan?"

“Aku mengerti, jadi begitu, ya" Horikita, tanpa berusaha menyapa Kushida, hanya bersembunyi di balik punggungku.

"Horikita-san terasa berbeda dari biasanya, apa sedang terjadi sesuatu?"

Kushida menyapanya seperti itu. Di atas itu, ini sudah melewati kamarnya sendiri. Sepertinya dia berniat datang jauh-jauh untuk kami. Mungkin tindakan Kushida juga tersampaikan ke Horikita, dia menjawab dengan suara sedikit keras.

"Tidak ada yang salah"

Kata-kata Horikita termasuk keinginan untuk membuatnya berhenti datang. Mungkin kata-kata itu tersampaikan sehingga Kushida berhenti.

"Aku mengerti, jika ada yang mengganggumu, tolong beritahu aku. Sebelumnya, Maezono-san juga terihat bermasalah dengan pemberhentian saluran air sehingga dia tidak bisa menggunakan airnya. Aku memiliki lebih dari cukup air"

Saat ini, sepertinya Kushida di depan kami memiliki sesuatu yang diinginkan Horikita lebih dari apapun.

Jika dia memilih untuk memintanya sekarang, dia akan bisa mengatasinya dengan mudah tapi.. Dengan menggunakan ujung botol air seperti moncong pistol, dia menekannya ke punggungku. Dengan itu, dia mungkin mengisyaratkan bahwa dia tidak akan memaafkanku jika aku mengandalkan Kushida.

"Jadi, Horikita-san, Ayanokouji-kun. Selamat malam, kalian berdua"

"Ohh, selamat malam"

Dengan menggunakan tangga darurat, perlu sedikit waktu untuk turun dari lantai 13 ke lantai 1. Ada kemungkinan lobi itu ramai karena pemutusan saluran air tapi untungnya tidak ada murid atau administrator yang muncul.

"Kita bisa pergi jika sekarang"

"Ya”

Melalui pintu masuk, aku dan Horikita, yang bersembunyi di bawah bayanganku dan mengikutiku, pergi. Namun... Dari kegelapan yang menyebar di depan kami, kami bisa melihat beberapa murid laki-laki dan perempuan mendekati kami sambil mengobrol. Sepertinya mereka bukan murid Kelas D, bagaimanapun, tidak peduli siapa mereka sekarang. Kami tidak punya cukup waktu untuk meninggalkan asrama itu sendiri, dia membelakangi seolah ingin kembali.

"Di situasi ini,  mereka akan melihat kita ....."

Perlahan kehadiran mereka yang mendekati asrama menjadi lebih besar. Mungkin lebih bagus jika kami kembali ke tangga darurat. Dengan panik, kami membuka pintu tangga darurat. Setelah sampai sejauh ini, apakah kesialan kami akan berubah menjadi sebuah rantai kesialan? Aku bisa mendengar suara yang datang dari atas kami. Mendengarkan dengan saksama, sepertinya seorang murid laki-laki yang tinggal di lantai 3 atau 4 sedang turun.

Tidak jarang bagi murid yang tinggal di lantai bawah untuk tidak menggunakan lift. Tidak aneh bahkan jika mereka menggunakan tangga darurat. Tak bisa lagi menaiki tangga, kami terpaksa cepat-cepat kembali menuju lobi.

"Tidak ada pilihan lain selain lift..!.

"Apa kau tidak keberatan? kau akan terlihat di monitor"

"Aku harus menggunakanmu untuk menutupi diriku sendiri. Karena kita tahu posisi kamera, kita harus bisa melakukannya"

Pasti akan menjadi sesuatu yang aneh, tapi tentu saja ini bukan tugas yang mustahil. Itu adalah cara yang ingin aku hindari jika memungkinkan, tapi karena tidak ada lagi rute pelarian yang lain, aku tidak punya pilihan lain.

Kami dengan cepat menaiki lift yang seharusnya ada di sisi kiri lantai 1. Dan kemudian, saat aku cepat-cepat melangkah dari jangkauan kamera, Horikita berdiri di belakangku seperti hantu dan menyembunyikan lengannya.

Jika seperti ini, bahkan jika kami terlihat sedikit di monitor, mereka tidak akan memperhatikan apa pun. Bagaimanapun, kami harus meninggalkan lantai 1. Aku secara acak menekan sebuah tombol untuk membuat lift naik.

"Untuk saat ini kita aman tapi ... ini baru permulaan"

"Aku akan menyerah, ini bukan keadaan di mana aku bisa pergi keluar, karena sudah sejauh ini,  aku akan kesulitan mengeluarkannya sampai perbaikan saluran air selesai”

Aku merasa ini adalah keputusan pahit yang sudah dia buat, tapi Horikita sepertinya telah memutuskanya. Kalau begitu, kami harus kembali ke lantai 13. Aku membatalkan lantai acak yang sudah aku tekan dan menekan tombol lantai 13.

Tidak ada lagi kesengsaraan yang akan menimpa kami. Karena aku dan Horikita merasa lega dari dalam diri kami, tanpa memperhatikan hal itu muncul. Kecepatan lift yang naik dengan cepat sampai sekarang, tiba-tiba melambat. Baru-baru ini setiap kali naik lift, sesuatu yang baik tidak akan pernah terjadi, jadi aku bahkan tidak sempat memikirkan apa yang sedang terjadi. Ini bukan kegagalan atau kesalahan ketika menekan tombol. Ini...

Lift berhenti di lantai 5. Benar, seorang murid di lantai 5 sudah menekan tombol lift. Tidak peduli siapa yang masuk, tidak ada yang menghindar ketika melihat penampilan normal Horikita.

Pada titik ini, memiliki banyak orang, lift lebih cenderung akan mencegah seseorang memperhatikannya.

Tapi masih belum cukup kejam, hanya ada satu murid laki-laki yang berdiri di depan pintu saat terbuka. Dari semua orang, malah bertemu dengannya...

Orang itu, entah dia memperhatikan kami atau tidak, melangkah ke dalam lift dengan keanggunannya yang biasa dan tidak berubah. Sekadar hanya melirik kami, dia langsung menuju cermin di dalam lift. Lalu, sambil menatap cermin, dia mulai memeriksa rambutnya karena berantakan.

"........."

Horikita sepertinya juga tercengang melihat keberadaan laki-laki yang sepertinya benar-benar tenggelam di dalam dunianya sendiri. Lalu, membawa sisir yang sepertinya selalu dia bawa bersamanya, dia mulai menata rambutnya.

"Elevator Boy, Aku harus naik ke lantai teratas"

Sambil menatap bayangannya di cermin, laki-laki itu ..... murid kelas D bernama Kouenji Rokusuke, mengatakan hal itu kepadaku.

Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan, tapi sekarang, sebaiknya tutup mulut dan mematuhinya. Aku diam-diam menekan tombol ke lantai teratas saat pintu lift tertutup. Kami sekali lagi naik.

Mungkin Kouenji tidak tertarik pada kami saat merapikan rambutnya, tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda memperhatikan kami. Itu wajar jika kami terlihat sangat asing, tapi meski begitu, kami adalah teman sekelas. Kurasa setidaknya, sekilas kami sudah terlihat normal. Tapi kami sudah mendapatkan pelarian yang sempit dari kematian tertentu. Jika itu Kouenji, dia sama sekali tidak akan tertarik pada Horikita sehingga dia tidak memperhatikan botol airnya.

Sekarang yang harus kami lakukan adalah tidak melakukan tindakan yang akan menarik perhatiannya dan menghabiskan waktu singkat ini. Itu saja. Dan bahkan jika dengan beberapa halangan, dia kebetulan melirik kami, Horikita sudah menyesuaikan posisi tubuhnya agar terlihat baik-baik saja. Sambil mempertahankan posisinya di titik buta kamera, dia juga berhasil menutupi dirinya dari Kouenji.

Lift melewati lantai 10. Kupikir urusan apa yang dia punya di lantai paling atas, tapi aku tidak bisa menanyakannya. Aku pikir, secara tidak terduga dia mungkin benar-benar tidak punya alasan untuk pergi ke sana, tapi kami berhasil sampai ke lantai 13.

Saat pintu lift perlahan terbuka, aku dan Horikita hampir bersamaan melangkah keluar. Pada akhirnya, tanpa pernah mengalihkan pandangan dari cermin, Kouenji terus melangkah sampai ke lantai paling atas. Meski kami berhasil menghindari masalah yang lebih lanjut, Horikita, setelah beberapa saat, berjalan dengan cepat, kembali di depan kamarnya.

"Tidak mungkin melakukan lebih dari ini. Terlalu banyak berkeliaran di luar dan berhati-hati dengan lingkuan sekitar”

Mengatakan itu, dia tiba-tiba kembali ke kamarnya. Dia pasti merasa cukup cemas...

Setelah itu, mengikutinya, aku juga masuk ke kamar. Dan, saat itu, ponselku bergetar.

"Aku minta maaf karena lambat menjawab, aku sedang mencari sesuatu dan aku tidak memperhatikannya"

Dari Sakura, respon seperti itu kembali kepadaku.

"Sakura-san?"

"Ya"

"Ini tentang air, bukan? Tentu saja tidak masalah, apa satu botol plastik cukup?"

"Itu sudah lebih dari cukup, terima kasih, apa aku bisa datang dan mendapatkannya sekarang?"

"Ya, aku akan menunggu"

Sakura menjawab seperti itu. Kapan pun aku berbicara secara langsung dengannya, sulit untuk melanjutkan pembicaraan tapi ketika chattingan, itu berjalan dengan sangat lancar.

"Berbahagialah, Horikita, sepertinya Sakura akan berbagi air dengan kita. Aku sudah mendapat persetujuannya jadi aku akan pergi sekarang"

"Terima kasih, tolong pastikan untuk tidak memberitahu Sakura-san tentang aku”

"Ya, kau akan segera berpisah dengan ini, apa kau keberatan jika aku mengambil foto kenang-kenangan?" Tanyaku padanya.

Karena sepertinya dia akan mulai mengayunkan botol air ke arahku, aku menjadi panik dan cepat-cepat berlari ke koridor.

"Perempuan yang mengerikan. Dilihat dari penilaian atletiknya, jika dia mengayunkan itu di kepalaku, aku bisa mati".

Itu akan meninggalkan noda di dalam sejarah hidupku jika aku meninggal karena kepalaku hancur oleh seorang gadis SMA yang tangannya terjebak di dalam botol air.
(T/N: Gak kebayang judul berita korannya nanti kaya gimana XD)

***
“Baiklah, akhirnya terlepas"

Setelah melalui perjuangan yang panjang, entah bagaimana berhasil mengeluarkan botol air dari Horikita.

"Jujur saja, ini adalah hari yang sangat buruk ....."

Aku sempat mengambil botol air itu, aku bisa mengerti bagaimana perasaan sejenis ini.

"Ayanokouji-kun, berhati-hatilah untuk tidak memberitahu ini kepada orang lain".

"Sebelum kau mulai memperingatiku, bukankah ada sesuatu yang ingin kau katakan lebih dulu?"

"..........Terima kasih"

Ketulusan? Tidak juga, tapi sepertinya dia bisa merasa bersyukur.

"Tapi meski begitu, karena tidak bisa melepaskan lenganmu dari botol air, ini terjadi sama sekali tidak seperti dirimu, Horikita"

"Lupakan, itu bukan masalah yang ingin aku hadapi karena aku menyukainya"

yah, itu adalah bahaya yang tersembunyi di dekatnya. Atau mungkin itu artinya kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya di dunia ini. Setelah didesak untuk meninggalkan kamarnya secepat mungkin, aku mulai kembali ke kamarku.

Tapi benarkah? Apa mungkin ada satu lengan yang terjebak dalam botol air dan tidak bisa keluar? Aku mengeluarkannya dari kotak, membilasnya dengan air dan meletakkan tanganku di dalamnya untuk mengujinya. Ketika aku melakukannya, ukurannya cukup berbahaya dan tidak disangka lenganku diposisikan dengan baik.

"Rocket Punch! Bercanda"

Aku menjadi sangat bodoh untuk beberapa waktu dan kemudian mencoba melepaskan botol air dari lenganku tapi ...

"Aku tidak bisa melepaskannya!?"

15 komentar: